Runtext

Ikadi Cabang Kapuas

Kamis, 07 Oktober 2010

Indahnya Islam, Manisnya Iman

Mabit 2 Oktober 2010

Disampaikan Oleh : Nurman

Seandainya kita mau jujur pada diri kita sendiri, sampai saat ini sudah berapa lama kita menjadi seorang muslim? sudah berapa banyak amal ibadah yang kita kerjakan? akan tetapi pernahkah kita merasakan kenikmatan dan kemanisan yang hakiki sewaktu kita melaksanakan ibadah tersebut?
Maka kalau hakikat ini belum kita rasakan, berarti ada sesuatu yang kurang dalam iman kita, ada sesuatu yang perlu dikoreksi dalam keislaman kita. Karena manisnya iman dan indahnya Islam itu bukan sekedar teori belaka, tapi benar-benar merupakan kenyataan hakiki yang dirasakan oleh orang yang memiliki keimanan dan ketaatan yang kuat kepada Allah ?, yang wujudnya berupa kebahagian dan ketenangan hidup di dunia, serta perasaan gembira dan senang ketika beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah ?.
Dan ini merupakan balasan kebaikan yang Allah ? segerakan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan taat kepada-Nya di dunia, sebelum nantinya di akhirat mereka akan mendapatkan balasan yang lebih baik dan sempurna.)


Allah berfirman dalam Al- Qur’an yang artinya :
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan ” (QS. ِِan Nahl:97).

Berkata Imam An Nawawi – semoga Allah ? merahmatinya – ketika menjelaskan hadits: “Orang yang tidak menghendaki selain (ridha) Allah ?, tidak menempuh selain jalan agama islam & tidak melakukan ibadah kecuali dengan apa yang sesuai dengan syariat (yang dibawa oleh Rasulullah ?), maka tidak diragukan lagi bahwa yang memiliki sifat ini niscaya kemanisan iman akan masuk ke dalam hatinya, sehingga ia bisa merasakan kemanisan dan kelezatan iman tersebut” .
Sebagaimana kemanisan dan kelezatan iman ini dirasakan langsung oleh Rasulullah ?, sehingga beliau ? menggambarkan ibadah shalat sebagai sumber kesejukan dan kesenangan hati,
Selain dari pada itu juga bisa dapat menyembuhkan penyakit hati tersimpul dalam tiga macam cara penyembuhan, yang beliu istilahkan dengan “madârush shihhah” (ruang lingkup penyembuhan), dan ketiga macam cara inilah yang diterapkan oleh para dokter dalam mengobati pasien mereka. Tiga macam cara penyembuhan tersebut adalah:
1). Hifzhul quwwah (memelihara kekuatan dan kondisi hati)
, yaitu dengan memperbanyak melakukan ibadah dan amal shaleh untuk meningkatkan keimanan, seperti mambaca Al Qur-an dengan menghayati kandungan maknanya, berdzikir, mempelajari ilmu agama yang bermanfaat, utamanya ilmu tauhid, dll.
2). Al Himyatu ‘anil mu’dzi (menjaga hati dari penyakit-penyakit lain),
yaitu dengan cara menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan dosa, maksiat dan penyimpangan-penyimpangan syariat lainnya, karena perbuatan-perbuatan tersebut akan semakin memperparah dan menambah penyakit hati.
3). Istifragul mawaaddil faasidah (menghilangkan/membersihkan bekas-bekas jelek/noda-noda hitam dalam hati yang merusak,
sebagai akibat dari perbuatan dosa dan maksiat yang pernah dilakukan), yaitu dengan cara beristigfar (meminta ampunan) dan bertaubat dengan taubat yang nashuh (ikhlas dan bersungguh-sungguh) kepada Allah ? .)
“Dan orang-orang yang berjuang dengan sungguh-sungguh (dalam menundukkan hawa nafsu) untuk (mencari keridhaan) Kami, maka benar-benar akan Kami berikan hidayah kepada mereka (dalam menempuh) jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al ‘Ankabuut:69)

Manisnya Imana

Tidak semua orang yang beriman akan merasakan kelezatan imannya. Sebagaimana seseorang yang memiliki makanan, belum tentu dia bisa merasakan lezatnya makanan itu. Iman yang dimiliki seseorang akan bisa dirasakan lezatnya oleh orang tadi sehingga iman itu akan bisa menyenakan hati dia, dan dia bisa merasakannya nikmatnya ketaatan, meskipun kelihatannya lelah dan habis waktunya untuk melakukan ibadah.

Manisnya iman adalah sesuatu yang didapati oleh manusia dalam hatinya berupa ketenangan dan kelapangan dada, dia merasa senang dengan iman tersebut dan tidak merasa terbebani.

Dan rasa manis di sini bukanlah sesuatu yang bisa dirasakan oleh lisan ini. Maka dia harus mempunyai tiga sifat/perangai Diantara nya adalah :
Yang Pertama
Mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya kepada selain keduanya. Ini adalah perkara yang berat kecuali bagi orang yang mau bersungguh-sungguh untuk mengorbankan dirinya demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Seseorang yang mencintai istri ataupun orang tuanya, ketika dihadapkan pada kepentingan Allah dan Rasul-Nya, maka dia harus mendahulukan kepentingan Allah dan Rasul-Nya tersebut, ini membutuhkan mujahadah (kesungguhan).

Dan di antara tanda seseorang mencintai Allah dan Rasul-Nya adalah dia mencintai segala sesuatu yang dicintai Allah dan Rasul-Nya, dan dia membenci segala sesuatu yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya, dia mengutamakan keridhaan Allah daripada selain-Nya, dia juga mengikuti jejak Rasul-Nya, melaksanakan perintah beliau dan menjauhi larangannya.

Taat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menunjukkan ketaatan kepada Allah subhanahu wata’ala, sebagaiman disebutkan dalam ayatul mihnah:

“Katakanlah wahai Muhammad, jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku (yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam), niscaya Allah akan mencintai kalian.” (Ali ‘Imran: 31)

Yang Kedua
Mencintai seseorang, dan tidaklah dia mencintai orang tersebut kecuali karena Allah, bukan karena kepentingan duniawi. Mencintai seseorang karena dia adalah orang yang taat kepada Allah, atau karena dia adalah orang yang beriman, meskipun orang yang dicintai tadi adalah orang yang fakir.

Mencintai seseorang banyak sebabnya, mungkin karena kekerabatan, teman, atau karena ingin mendapatkan kepentingan duniawi. Barang siapa yang mencintai sesorang karena Allah, maka ini akan menjadi sebab untuk bisa merasakan manisnya iman. Sehingga kita hendaknya bisa mengoreksi diri kita, apakah kecintaan kita kepada orang lain itu disebabkan karena Allah atau karena adanya kepentingan lainnya.

Yang Ketiga
Benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan dia dari kekufuran tersebut sebagaimana dia benci untuk dilemparkan ke dalam api neraka.

Kebencian kembali kepada kekufuran disamakan dengan kebencian untuk dilemparkan ke dalam api neraka. Ini menunjukkan sangat bencinya dia kepada kekufuran dan tentunya benci pula kepada pelaku kekufuran. Orang yang merasakan kenikmatan dan manisnya iman tidak akan senang kembali kepada kekufuran setelah dia mendapatkan hidayah.

Inilah tiga sifat/perangai yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, barang siapa yang tiga sifat tersebut ada pada diri seseorang, maka dia akan mendapatkan manisnya iman. Dan ini dipahami bahwa seseorang tidak akan bisa merasakan manisnya iman kecuali dengan adanya tiga sifat ini. Sebagaimana dalam hadits yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab rahimahullah setelahnya yaitu

“Tidaklah seseorang mendapatkan manisnya iman sampai dia mencintai seseorang, dan tidaklah kecintaannya itu kecuali karena Allah.”

Faedah yang bisa dipetik dari hadits ini, di antaranya :

1. Menetapkan adanya manisnya iman yang bisa dirasakan, dan setiap mukmin belum bisa merasakan manisnya iman sampai dia memiliki tiga sifat tersebut.

2. Keutamaan dan kewajiban mendahulukan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya daripada kecintaan kepada selain keduanya.

3. Mencintai seseorang karena Allah merupakan tanda keimanan.

4. Wajibnya membenci kekufuran dan juga sekaligus orang kafir, karena orang yang membenci sesuatu, maka dia juga harus membenci orang yang melakukan sesuatu tersebut.

5. Barangsiapa yang memiliki tiga sifat ini, maka dia lebih utama dari orang yang tidak memilikinya, walaupun orang yang memilikinya ini dulunya kafir yang kemudian masuk Islam, atau dulunya bergelimang dengan kemaksiatan kemudian bertaubat darinya. Ini lebih utama daripada yang tidak memiliki tiga sifat tersebut sama sekali.

Mengapa Saya Tidak Merasakan Manisnya Iman?

Pada sebuah kesempatan, Syaikh Abdul Aziz Bin Baz ditanya:Saya seorang mu’min, alhamdulillah. Saya telah menunaikan umroh dan haji, namun walau demikian saya belum merasakan manisnya iman. Apa nasehat anda?
Beliau menjawab:
Nasehatku untuk anda, hendaknya anda bersemangat melaksanakan segala ketaatan yang disyariatkan oleh Allah Jalla Wa’Ala, juga memperbanyak membaca Al Qur’an Karim, serta dzikir kepada Allah. Hal-hal ini merupakan sebab-sebab timbulnya rasa cinta serta manisnya iman, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Ada tiga hal, jika seseorang memilikinya ia akan merasakan manisnya Iman, yaitu ia menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, dan ia mencintai seseorang dikarenakan cinta pada Allah, dan ia membenci kembali kepada kekufuran sebagaimana ia tidak ingin dilemparkan pada neraka
Maka dari hadits ini, cinta sejati kepada Allah dan Rasul-Nya, mencintai saudara anda sesama muslim karena Allah, serta membenci kekufuran karena kecintaan kepada Allah, tiga hal ini merupakan sebab-sebab timbulnya kelezatan iman.Selain itu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
Orang yang merasakan kelezatan iman adalah orang yang ridha untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan baginya, dan Islam sebagai agamanya dan Muhammad sebagai Rasul-Nya
.Semua ini dikarenakan kesungguhan dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah dan kecintaan yang sejati kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Sudahkan Anda Merasakan Nikmatnya Ibadah?

Sesungguhnya ibadah itu memiliki rasa nikmat, kebahagiaan dan ketentraman yang hanya bisa diketahui oleh orang yang merasakannya. Bahkan, kesempurnaan ibadah seseorang ditandai kalau dia bisa merasakan bahwa ibadah itu nikmat. Karenanya, ia akan mengesampingkan segala kenikmatan dunia untuk mencapai kenikmatan tersebut.
Kenikmatan ibadah merupakan buah dari keimanan yang menancap kuat dalam diri seorang hamba lalu dibuktikannya dengan melaksanakan ibadah dan beramal shalih. Maka dalam ibadah dan amal shalih yang didasari iman dan muncul dari keimanan yang bisa melahirkan kenikmatan dan kelezatan serta kebahagiaan.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda :
ذَاقَ طَعْم الْإِيمَان مَنْ رَضِيَ بِاَللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَسُولًا
“Pasti akan merasakan manisnya iman orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai dien/aturan hidup, dan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sebagai rasul.” (HR. Muslim dari al Abbas bin Abdil Muthalib).
Kenikmatan ibadah merupakan buah dari keimanan yang menancap kuat dalam diri seorang hamba lalu dibuktikannya dengan melaksanakan ibadah dan beramal shalih.

Sebagian ulama mengatakan, “orang miskin di dunia yang sebenarnya adalah orang yang meninggalkan dunia, sementara mereka belum pernah merasakan yang paling indah di dalamnya, yaitu cinta kepada Allah dan beribadah kepada-Nya.”
Orang miskin di dunia adalah orang yang belum pernah merasakan cinta kepada Allah dan nikmatnya beribadah kepada-Nya.
Orang-orang shaleh merasakan kebahagiaan hidup dengan shalat, ibadah dan dzikir malam. Karena itu ada ada salah seorang dari mereka sampai mengatakan, “selama empat puluh tahun aku tidak meras sedih melainkan sedih atas datangnya waktu siang.”
. . . kenikmatan yang dirasakan orang-orang yang beribadah pada malam hari lebih terasa nikmat daripada hiburan orang-orang yang berfoya-foya di siang hari. . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar